Tuesday, 15 March 2016

Klasifikasi Lingkungan Laut

KLASIFIKASI LINGKUNGAN LAUT
            Lingkungan laut merupakan lingkungan perairan salin atau marine waters yang menyimpan berjuta misteri kekayaan ekosistem dan biodiversitas yang hingga sekarang masih belum banyak tersingkap. Lingkungan yang dinamakan Lingkungan Laut (Marine Environment) cakupannya dimulai dari bagian pantai (coastal) dan daerah muara(estuarine) hingga ke tengah samudra, dimulai dari bagian permukaan air hingga dasar perairan yang bermacam-macam tipe kedalamannya dan bentuk morfologisnya.
            Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kelautan, baik itu Biologi Kelautan (Marine Biology) maupun Oseanografi, membuat tabir yang seolah menutupi lautan dengan segala misteri yang dikandungnya sedikit demi sedikit dapat tersingkap. Salah satunya adalah pengetahuan mengenai Lingkungan laut.
            Membahas mengenai lingkungan laut, ada 2 hal yang esensial darinya. Yang pertama adalah Zona kolom air, atau Zona Pelagik adalah bagian perairan dimana terdapat massa air, dan yang kedua adalah Zona dasar perairan, atau disebut juga Zona Bentik yang merupakan dasar / platform dari perairan itu sendiri. Dari pembagian atas kedua hal tersebut, dapat dikembangkan lagi menjadi zona-zona atau wilayah-wilayah dengan karakteristik yang lebih khusus lagi. Pembagian wilayah atau Zonasi tersebut dinamakan Pemintakatan Lingkungan Laut, dan dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Disini akan dibahas mengenai pembagian lingkungan laut berdasarkan pada Lingkungan Pelagik dan Lingkungan Bentik.
LINGKUNGAN PELAGIK
Semua biota yang hidup di lingkungan laut tetapi tidak hidup di dasar laut dinamakan biota pelagik. Lingkungan dimana biota ini hidup dinamakan lingkunagn pelagik. Lingkungan ini mencakup kolom air mulai dari permukaan dasar laut sampai paras laut. Lingkungan pelagik ini mempunyai batas wilayah atau mintakat yang meluas mulai dari garis pantai sampai wilayah laut jeluk. Secara horizontal lingkungan pelagik dibagi menjadi neritik dan oseanik. Sedangkan secara vertikal lingkungan ini dibagi menjadi epipelagik, mesopelagik, batipelagik, dan abisopelagik.
Secara horizontal
1.      Mintakat Neririk
Mintakat neritik merupakan laut yang terletak pada kedalaman 0 – 200 m. Ciri-ciri mintakat neritik diantaranya
a.       Sinar matahri masih menembus dasar laut
b.      Kedalamannya ±200 m
c.       Bagian paling banyak terdapat ikan dan tumbuhan laut
Mintakat neritik berada di paparan benua yang dihuni oleh biota laut yang berbeda dengan mintakat oseanik karena :
a.       Kandungan zat hara di mintakat neritik melimpah
b.      Sifat kimiawi perairan neritik berbeda dengan perairan oseanik karena berbeda-bedanya zat-zat terlarut yang dibawa ke laut dari daratan
c.       Perairan neririk sangat berubahubah, baik dalam waktu maupun dalam ruang, jika dibandingkan dengan perairan oseanik. Hal ini dapat terjadi karena dekatnya mintakat ini dengan daratan dan adanya tumpahan berbagai zat terlarut dari darat ke laut
d.      Penmbusan cahaya, kandungan sedimen dan energi fisik dalam kolom air berbeda antara mintakat neritik dan mintakat oseanik

2.       Mintakat Oseanik
Mintakat oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas yang kedalamannya tidak dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar, sehingga bagian dasarnya paling gelap. Akibatnya bagian air dipermukaan tidak dapat bercampur dengan air dibawahnya, karenaada perbedaan suhu. Batas dari kedua lapisan air itu disebut daerah Termoklin, pada daerah ini banyak ikannya. Mintakatsi oseanik merupakan wilayah lingkungan perairan yang terletak di luar lempeng benua. Pada mintakat ini kandungan unsur hara kurang, kandungan sedimen relative lebih sedikit sehingga daya tembus cahaya hanya kuat sampai dengan 200 m.
Secara Vertikal
1.      Mintakat Epipelagik
Mintakat epipelagik merupakan bagian kolom air paling atas. Mintakat epipelagik disebut juga sebagai mintakat Fotik dengan kedalaman 200 m. Di beberapa daerah, terutama di paparan benua, penembusan cahaya di lapisan tersebut lebih jauh berkurang daripada di lapisan yang sama dari perairan oseanik, karena tingginya kandungan sedimen tersuspensi di paparan benua.
Mintakat ini dibadi manjadi tiga bagian, yakni pertama adalah mintakat pada dan dekat permukaan, tempat terjadinya penyinaran siang hari di atas optimal atau bahkan letal bagi fitoplankton. Penyinara ini juga terlalu tinggi bagi zooplankton. Yang kedua adalah mintakat yang dinamakan mintakat bawah permukaan, tempat terjadinya pertumbuhan yang aktif sampai perairan yang agak jeluk, di mana fitoplankton yang tidak terbiak aktif masih dapat berlimpah. Mintakat yang ketiga atau mintakat terbawah termasuk lapisan perairan, tempat zooplankton yang biasa bermigrasi ke permukaan pada malam hari, berada pada siang hari.
2.      Mintakat Mesopelagik
Mintakat ini terletak di bawah mintakat epipelagik. Mintakat ini memiliki kedalaman dari 200 m - 1000 m. Karena letaknya di bawah mintakat fotik maka tidak terdapat kegiatan yang menghasilkan produksi primer yang memanfaatkan detritus yang turun dari lapisan yang lebih dangkal. Pada mintakat ini dan seterusnya produksi oksigen lebih rendah daripada yang dimanfaatkan. Tumbuh-tumbuhan dapat hidup di lapisan bawah ini, tetapi mereka akan lebih banyak kehilangan zat organik yang dihasilkan daripada mendapatkannya.
3.      Mintakat Batipelagik
Zona batipelagik memiliki kedalaman antara 1001 m sampai  4000 m atau sama dengan  dasar laut. Sifat-sifat fisiknya seragam. Ikan-ikan dan biota yang hidup di lingkungan ini biasanya merupakan organisme bioluminesen, yaitu organisme yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Karakteristik bioluminesen ini merupakan adaptasi organisme terhadap lingkungannya yang gelap dan tidak tertembus cahaya. Hewan-hewan yang hidup di zona ini biasanya merupakan Cumi-cumi raksasa dan jenis yang lebih kecil, Gurita Dumbo, dan ikan-ikan laut dalam dengan bentuk dan karakteristik yang sama sekali berbeda dengan ikan di zona fotik, termasuk berbagai jenis Lantern Fish / ikan lentera dan Hagfish. Paus yang diketahui hidup di zona ini biasanya merupakan Paus Sperma atau Sperm Whale yang mengkonsumsi cumi-cumi raksasa.
Dengan minimnya pasokan energi karena tidak adanya cahaya, kebanyakan hewan disini bergantung dari detritus atau sisa-sisa organisme yang jatuh dari zona atas, yang biasa disebut sebagai salju laut atau marine snow. Yang lainnya hidup sebagai predator.
4.      Mintakat abisopelagik
Mintakat ini memiliki kedalaman lebih dari 2000 m. Mintakat ini meluas ke bagian-bagian terjeluk dari samudra atau disebut mintakat palung. Wilayah ini merupakan wilayak yang tidak ada cahaya sama sekali, suhu dingin, dan tekanan air tinggi. Mintakat ini merupakan lingkungan hidup atau habitat yang paling sederhana. Di perairan abisal ini cahaya yang dihasilkan adalah dari hewan-hewan yang hidup di mintakat ini atau bioluminesensi atau biopendar cahaya. Di mintakat ini tidak terjadi fotosintesis dan tumbuh-tumbuhan yang hidup sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Perubahan-perubahan suhu, salinitas, dan kondisi-kondisi serupa tidak terjadi atau kalaupun ada dapat diabaikan dilihat dari segi ekologik.
Kandungan karbondioksida (CO2) dalam air tinggi sehingga kapur (CaCO3) mudah terlarut dalam air. Hal ini ditunjukkan olah pembentukan cangkang dan kerangka kapur lemah di mintakat ini. tekanan air di mintakat abisopelagik ini sangat tinggi sehingga hewan yang hidup di daerah ini mengalami perubahan-perubahan morfologik dan fisiologik. Seperti lebih besarnya gelembung renang pada ikan agar dapat mengambang di kolom air seperti yang dikehendaki.  Gelembung renang tersebut terperas oleh tekanan sehingga sedikit ruang untuk gas, akibatnya ikan sedikit lebih ringan daripada berat air di sekitarnya, karena susah untuk mengapung. Untuk dapat mengapung, gelembung renang tersebut harus dikembangkan. Rendahnya suhu juga memperlambat berbagai reaksi kimiawi dan perubahan gejala-gejala fisiologik lain.
Sumber makanan organisme di daerah ini adalah sebagian berasal dari lapisan atas yang berupa bangkai atau sisa-sisa berbagai biota laut yang mati dan tenggelam ke dasar laut.
Berdasarkan Intensitas Cahaya
Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
1.                  Daerah fotik, merupakan daerah laut yang dapat ditembus cahaya matahari, kedalaman maksimum 200m. Merupakan daerah produktivitas primer di laut
2.                  Daerah Twilight, daerahnya remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis, kedalaman antara 200 - 2000m.
3.                  Daerah afotik, daerah yang tidak tembus cahaya matahari. Jadi gelap sepanjang masa.
LINGKUNGAN BENTIK
Selain lingkungan neritik, pembagian lingkungan laut juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dasar perairan atau bentiknya. Di zona pelagis, biota yang biasa hidup adalah ikan, cumi-cumi, dan makhluk perenang lainnya. Pada zona bentik, biota yang hidup merupakan benthos atau biota yang hidup di dasar perairan seperti jenis-jenis bivalvia, arthropoda, echinodermata, hewan-hewan karang, coelenterata, dan spon. Dominasi biota penghuninya adalah filter feeder, yang berarti biota mendapatkan makanan dengan cara menyaring air atau sedimen melalui organ makannya. Karena sifat dan karakteristiknya yang merupakan filter feeder, maka biota yang hidup di lingkungan bentik atau benthos sangat bergantung pada sedimen yang terdapat di dasar laut.

Zonasi Lingkungan Laut berdasarkan lingkungan bentik dapat dikelompokkan menjadi beberapa zona yang memiliki karakteristik biota dan sedimen yang berbeda-beda:
A.    Zona Littoral
Zona littoral merupakan bagian dari perairan laut yang paling dekat dengan pantai. Pada lingkungan perairan pantai, wilayah zona littoral memanjang dari garis batas pasang tertinggi hingga area pantai yang tenggelam permanen.  Ketinggian air pada zona littoral memberikan lingkungan perairan littoral memiliki banyak karakteristik yang unik. Kekuatan erosif dari arus menghasilkan landform yang unik seperti estuaria. Perairan littoral juga memiliki variasi tumbuhan dan hewan yang tinggi karena letaknya yang berbatasan dengan daratan.

Dalam oseanografi dan biologi laut, zona littoral memanjang hingga ke tepian continental shelf. Dari letaknya, zona littoral dapat dibagi menjadi 3 sub-zona:
a.       Zona Supralittoral
Zona supralittoral atau disebut juga sebagai zona supratidal, adalah area yang berada diatas batas pasang, secara reguler terkena atau terciprat oleh air laut, namun tidak tenggelam dalam air. Air laut hanya menggenangi wilayah ini pada saat pasang tinggi pada saat badai.
Zone ini dibagi dengan melihat kondisi alamiah pantai tersebut, yang mana diawali oleh tumbuhnya beberapa vegetasi pantai berlumpur dan badan pasir. Storm-Driven di daerah supratidal ikut serta di dalam mensuplai sedimen sehingga menciptakan lapisan sedimen hanya dalam beberapa jam. Lapisan ini yang terbentuk akibat badai akan terjadi pengkayaan karbon oleh ganggang organik, yang berkembang biak saat terjadi badai. Pada bagian lain dari daerah supralittoral dominasi ganggang hijau biru berfilamen menjerat dan mengikat sedimen berbutir halus lewat alga yang ada di daerah subtidal. Pengikatan sedimen oleh alga di daerah subtidal sehingga terjadi penumpukan sedimen di muara sungai, disamping itupula banyaknya sedimen diakibatkan oleh banjir. Dominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan pada saat surut akan mengalami pengeringan.
Organisme yang hidup di zona supralittoral harus menghadapi kondisi tertentu, seperti terekspos dengan udara, air tawar dari hujan, hawa panas dan dingin, serta predasi dari hewan darat dan burung laut. Bagian atas dari supralittoral biasa dihuni oleh dark lichen yang terlihat sebagai kerak pada batuan. Beberapa Neritidae dan Isopod yang memakan detritus menghuni supralittoral bagian bawah.
b.      Zona Eulittorial / Intertidal
Zona Eulitorrial, biasa disebut sebagai zona intertidal adalah zona littoral yang secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya adalah dari pasang tertinggi hingga pasang terendah.  Didalam wilayah intertidal terbentuk banyak tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat mengakomodasi organisme sedimenter.  Morfologi di zona intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah basah / wetlands.
Organisme yang terdapat pada zona intertidal ini telah beradaptasi terhadap lingkungan yang ekstrem. Pasokan air secara reguler tercukupi dari pasang-surut air laut, namun air yang didapat bervariasi dari air salin dari laut, air tawar dari hujan, hingga garam kering yang tertinggal dari inundasi pasang surut, membuat biota yang berada di zona ini harus beradaptasi dengan kondisi salinitas yang variatif. Suhu di zona intertidal bervariasi, dari suhu yang panas menyengat saat wilayah terekspos sinar matahari langsung, hingga suhu yang amat rendah saat iklim dingin. Zona intertidal memiliki kekayaan nutrien yang tinggi dari laut yang dibawa oleh ombak.
Lingkungan ekologis yang terlihat di zona intertidal adalah lingkungan ekosistem mangrove yang didominasi oleh vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove memiliki tingkat adaptasi yang sangat tinggi terhadap keadaan yang ekstrim di wilayah intertidal.  Biota yang berada di zona intertidal memiliki mekanisme adaptasi khusus yang memungkinkan mereka untuk hidup. Contohnya siput Littorina yang akan terus berada dalam cangkangnya yang tertutup rapat apabila air surut, melindunginya dari panas ekstrim dan mencegah penguapan berlebih. Adaptasi morfologis pada beberapa spesies dapat dilihat dari beberapa jenis mollusca seperti teritip limpet dan polyplacophora memiliki cangkang hidrodinamik. Adaptasi lainnya adalah penempelan terhadap substrat untuk melawan kekuatan ombak dan arus agar biota tidak ikut terseret, contohnya bentuk suction tube pada bintang laut agar ia bisa menempel kuat pada substrat, isopoda yang memiliki organ mirip kait yang memungkinkannya untuk bisa bergantung pada rumput laut seperti laminariles/kelp, dan beberapa kerang-kerangan (mussel) yang menempel pada substratnya dengan byssusnya (filamen yang berfungsi merekatkan bivalvia pada substrat).
Pada bagian bawah wilayah intertidal terdapat subzona yang hampir permanen terendam oleh air dan kondisi lingkungannya tidak seekstrim subzona diatasnya, yang biasa disebut sebagai Lower Littoral. Pada subzona lower littoral, terjangan ombak tidak besar dan juga tidak terjadi perubahan suhu yang sangat ekstrem karena jarang sekali zona ini terekspos langsung oleh sinar matahari. Pada subzona ini dapat ditemukan berbagai jenis biota, seperti abalon, anemon, rumput laut coklat, teritip, chiton, kepiting, alga hijau, hidroid, isopoda, mussel, sculpin, timun laut, lettuce laut, palem laut, bintang laut, bulu babi, udang, siput laut, spon, cacing tuba, dan sebagainya. Biota pada wilayah ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, selain karena keadaan lingkungannya yang cukup stabil, juga karena wilayah ini terjaga dari predator seperti ikan karena ketinggian airnya yang cukup dangkal, dan vegetasi perairan dapat melakukan fotosintesis dengan efektif karena mendapat banyak sinar matahari.
c.       Zona Sublittoral
Zona sublittoral merupakan bagian terdalam dari zona littoral, dimana dalam zona ini dasar perairan tergenang air secara permanen, dan biasanya memanjang hingga ujung continental shelf, pada kedalaman 200 meter.
Pada biologi laut, sublittorial merujuk kepada area dimana sinar matahari tembus hingga ke dasar lautan, dimana perairan tidak terlalu dalam dan masih merupakan zona fotik. Area bentik pada zona sublittoral lebih stabil daripada zona intertidal dengan temperatur, tekanan air, dan jumlah pencahayaan matahari relatif konstan. Hewan karang / koral lebih banyak hidup pada zona sublittorial dibanding pada zona intertidal.
Ada beberapa subzonasi pada zona sublittorial, yaitu zona infralittoral dimana alga mendominasi kehidupan dibawah batas kedalaman zonasi dan zona sirkalittoral dibawah infralittoral, didominasi oleh hewan-hewan sessile seperti tiram-tiraman.  Bagian yang lebih dangkal dari zona sublittoral yang tidak jauh dari pantai terkadang diistilahkan sebagai zona subtidal.
B.     Zona Bathyal
Zona bathyal merupakan zona perairan remang-remang, biasanya dengan kedalaman antara 200 – 1000 meter. Keadaan bentik zona bathyal umumnya merupakan lereng-lereng curam yang merupakan dinding laut dalam dan sebagai bagian pinggiran kontinen. Zona bathyal juga diistilahkan sebagai Continental Slope. Pada Continental slope sering ditemui canyon/ ngarai / submarine canyon, yang umumnya merupakan kelanjutan dari muara sungai – sungai besar di pesisir.
Tipe sedimen utama sedimen pada zona bathyal merupakan lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan memiliki kandungan karbonat kurang dari 30%.  Sedimen-sedimennya memiliki jenis sedimen terrestrial, pelagis, atau autigenik (terbentuk ditempat). Sedimen Terrestrial (terbentuk dari daratan) lebih banyak merupakan lempung dan lanau, berwarna biru disebabkan karena akumulasi sisa-sisa bahan organik dan senyawa ferro besi sulfida yang diproduksi oleh bakteri, Sedimen terrestrial juga merupakan tipe sedimen yang paling mendominasi. Sedimen terrigenous terbawa hingga ke zona bathyal melalui arus sporadik turbiditi yang berasal dari wilayah yang lebih dangkal. Saat material terrigenous langka, cangkang mikroskopis dari fitoplankton dan zooplankton akan terakumulasi di dasar membentuk sedimen authigenik.
Biota yang hidup pada bagian bentik zona bathyal antara lain spon, brachiopod, bintang laut, echinoid, dan populasi pemakan sedimen lainnya yang terdapat pada bagian sedimen terrigenous. Biasanya biota yang hidup di zona ini memiliki metabolisme yang lamban karena kebutuhan konservasi energi pada lingkungan yang minim nutrisi.
Kecuali pada laut yang sangat dalam, zona bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar laut yang merupakan bagian dari continental slope yang berada di kedalaman 1000 hingga 4000 meter.
C.     Zona Abyssal
Zona abisal meluas dari pinggir paparan benua hingga ke bagian dasar laut terdalam dari samudera. Kebanyakan lingkungan abisal ini menyerupai bahan lumpur. Dasar samudera biasanya terdiri dari endapan kapur, terutama kerangka foraminifera, endapan silica, terutama kerangka diatom dan lempung merah dasar laut yang lebih dalam dengan tekanan yang tinggi sehingga membuat zat-zat lain mudah sekali larut. Zona abisal ini 82 % berkedalaman dari 2000 m sampai 6000 m dengan suhu yang relative stabi antara 40C hingga 1,20C.


D.    Zona Hadal
Zona hadal merupakan zona laut terdalam, lebih dari kedalaman 6000 m.Zona ini termasuk kedalam zona afotik( aphotic zone ) karena merupakan daerah laut dalam yang tidak terdapat cahaya karena cahaya matahari tidak dapat menembus pada daerah tersebut.Substrat yang ada biasanya berupa kalsium karbonat dan sisa-sisa zat renik atau organisme yang telah mati tenggelam sampai ke dasar. Salinitas air dalam zona ini (salinitas = 34-35 ppt) tetap mirip dengansalinitas khas abyssal dan tidak terpengaruh oleh tekanan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi bagaimana tedapat hal tersebut karena adanya hewan-hewan mati yang berada pada daerah atasnya mati dan mengendap di dasar dari  daerah hadal tersebut sehingga banyak ditemukan zat-zat kapur atau mineral-mineral yang dikandung organisme yang mati tersebut dapat terendapkan.
Ditinjau dari tekanan di daerah tersebut,pressure bagi organisme yang terdapat pada daerah tersebut sangatlah tinggi sehingga membutuhkan bentuk morfologi,anatomi yang harus mendukung daya adaptasi yang akan dipergunakannya dalam bertahan hidup.Biasanya organisme yang hidup pada daerah tersebut mempunyai cara yang unik untuk beradaptasi,seperti mempunyai bentuk yang aneh,mempunyai simbiosis dengan organisme lain semisal bakteri.
Karakteristik lain dari zona hadal adalah mempunyai sumber  panas bumi alami bernama corong hidrotermal (hidrotermal vents).Hal ini pulalah yang membuat mengapa terdapat organisme tertentu dapat hidup dalam lingkungan ekstrim,dapat dikatakan begitu karena dengan kondisi minim oksigen,tekanan yang tinggi dan cahaya yang hampir tidak ada. Ada penurunan umum dalam kelimpahan dan biomassa organisme dengan meningkatnya kedalaman. Meskipun demikian, sampling dalam zona Hadal telah mengungkapkan beragam organisme metazoan terutama fauna bentik, seperti ikan, holothurians, polychaetes, kerang, isopoda, actinians, amphipods dan  gastropoda. Kekayaan zona ini, diperkirakan berasal dari dataran abyssal, juga dan menurun dengan meningkatnya kedalaman, meskipun peran relatif peningkatan tekanan versus berkorelasi lingkungan lainnya tetap belum terpecahkan. Mereka kebanyakan mendapat makanan dari bantuan bakteriChemosynthetic yang menguraikan jasad-jasad dari biota yang mati pada lapisan diatasnya.

No comments:

Post a Comment